Kamis, 08 November 2012

HUKUM SUMPA POCONG



     
Sumpah Pocong Bukan Untuk Kebenaran dan Kejujuran




Pocong disumpah layaknya pejabat... tapi pejabat nggak mau disumpah layaknya pocong.. (ilustrasi : Ganjar Darmayekti/gantibaju.com)

Pocong disumpah layaknya pejabat… tapi pejabat nggak mau disumpah layaknya pocong.. (ilustrasi : Ganjar Darmayekti/gantibaju.com)

Di zaman yang sudah serba terbalik dari kebenaran saat ini sangat sulit mencari kejujuran. Sementaa itu kejujuran sangatlah mahal harga, dan bahkan kejujuran itu sudah tidak lagi terlihat nyata di dalam kehidupan anak manusia sehari-harinya. Kebohongan, kemunafikan dan kemungkaran kini menjadi sesuatu yang trend di tengah masyarakat modern saat ini. Hal itu terjadi karena adanya kurang lepedulian manusia untuk mau berupanya menjunjung tinggi hak dalam kebenaran yang sejati. Kebenaran juga bagian dari sesuatu yang begitu sulit untuk di utarakan secara jujur yang sesungguhnya, justru kesalahan-kesalahan yang sering terjadi dijadikan modal utama untuk menutupi kebenaran dalam kejujuran.

Sulit rasanya untuk mendeteksi kejujuran dalam mengungkap sebuah kebenaran yang terjadi di kehidupan manusia saat ini. Hampir di setiap sudut kehidupan anak manusia, di situlah selalu ada kebohongan, kemunafikan dan meungkaran yang terjadi. Siang, malam bahkan hampir setiap detik waktu kebohongan, kemunafikan dan kemungkaran itu terjadi. Kebenaran dan kejujuran sudah menjadi barang langka.

Contoh saja kondisi saat ini, kebohongan intelektual, politikus maupun kaum urban lainnya, kejujuran sudah tidak menjadi keutamaan dalam langkah hidupnya, apalagi soal menjunjung tinggi kebenaran. Semuanya yang ada hanya ada pembohongan dari segala tipu-tipu muslihat. Koruptor juga bagian dari kebohongan yang selalu bersembunyi diatas kebenaran.

Sementara itu para politikus juga hobbynya bermain diatas kebohongan, kemunafikan dan kemungkaran. Para politikus lebih menyukai permainan silat lidah bagaikan advokasi yang berusaha keras beragumentasi didalam sebuah persidangan perkara. Kebohongan, kemunafikan dan kemungkaran bisa menjadi pembenaran bagi mereka, dan ujung-ujungnya pun pelaku penegak hukum ikut-ikutan mengikuti langkah buruk mereka. Pada akhirnya kebenaran dan kejujuran itu sirna diatas segala-galanya, lalu akhirnya pula rakyat tak berdosa menjadi korbannya.

Sulit memang untuk bisa mengungkapkan sebuah kebenaran dan kejujuran didalam kehidupan anak manusia saat ini. Apakah kebenaran dan kejujuran itu harus dibuktikan dengan pertumpahan darah?, atau kebenaran dan kejujuran itu harus dibuktikan memakai sebuah alat deteksi yang canggih?, atau juga kebenaran dan kejujuran itu harus dibuktikan dengan adanya sumpah Pocong?. Memang mahal harganya kebenaran dan kejujuran itu saat ini..

Lebih manjur sumpah pocong, biar jera para pelaku kebohongan di masyarakat (ilustrasi : Syaifud Adidharta)

Lebih manjur sumpah pocong, biar jera para pelaku kebohongan di masyarakat (ilustrasi : Syaifud Adidharta)

Berbicara soal sumpah pocong yang sering dilakukan orang untuk sebuah pembuktian dan janji atau sumpah atas ketidak jujuran dari kebenaran, sumpah ini sepertinya sangat keramat dan ampuh untuk membuat seseorang menjadi jera dalam perbuatannya kepada kebenaran dan ketidak jujuran. Sumpah pocong ini begitu di ruatkan menjadi sebuah sumpah yang sakral ditengah-tengah masyarakat, apalagi didalam kondisi bangsa ini yang mulai semrawut keadaannya. Semrawut dari kondisi ekonomi, keamanan, dan hukum.

Lalu benarkah sumpah pocong itu bisa membuktikan sebuah kebohongan, kemunafikan dan kemungkaran dari ketidak jujuran anak manusia?. Atau sumpah pocong itu benar bisa mendatangkan fakta?.

Memang sumpah pocong yang sering kali dilakukan banyak orang Indonesia adalah kebanyakan dari orang-orang pulau Jawa. Padalah kebanyakan dari mereka adalah orang-orang yang beragama, orang-orang yang mengerti ilmu agama yang benar. Sumpah pocong tersebut bukan saja suka dilakukan oleh orang-orang yang beragama Islam, akan tetapi sumpah pocong ini juga sering dilakukan oleh orang-orang non Islam (Nasrani, Katolik, Budha, Hindu dan Konghucu) sebagai media pembenaran dalam mengungkapkan sebuah kejahatan.

Sedangkan di pulau Dewata, Bali juga berlaku sumpah pocong dengan nama ‘Sumpah Cor’ kutukannya juga berlaku tujuh turunan, apakah ini upaya terakhir mencari kebenaran? bahkan cara-cara ini dibenarkan hukum adat disana.

Sementara itu di dalam Islam, tidak dibenarkan tindakan sumpah pocong untuk mencari pembenaran atas masalah yang dihadapi manusia. Apalagi sumpah pocong ini dilakukan bukan atas nama Allah SWT, melainkan atas nama pocong yang tak lain sama halnya kita mencari pembenaran ini lewat jin bukan lewat petunjuk Allah SWT. Selain itu, tindakan sumpah pocong ini akan menjadihal syirik dan bisa jadi penyalahgunaan agama sebagai dasarnya.

Sumpah pocong itu adalah sumpah yang dilakukan oleh seseorang dalam keadaan terbalut kain kafan seperti layaknya orang yang telah meninggal (pocong). Sumpah ini tak jarang dipraktekkan dengan tata cara yang berbeda, misalnya pelaku sumpah tidak dipocongi tapi hanya dikerudungi kain kafan dengan posisi duduk atau celentang.

Di dalam hukum Islam sebenarnya tidak ada sumpah dengan mengenakan kain kafan seperti ini. Sumpah ini merupakan tradisi adat yang masih kental menerapkan norma-norma budaya daerah setempat. Sumpah ini dilakukan untuk membuktikan suatu tuduhan atau kasus yang sedikit atau bahkan tidak memiliki bukti sama sekali. Konsekuensinya apabila keterangan atau janjinya tidak benar, yang bersumpah diyakini mendapat hukuman atau laknat dari Tuhan. Namun dibalik semua itu tidak dibenarkan oleh ajaran agama Islam, dan agama-agama lainnya yang ada di Indonesia.

Perlu kita pahami bawah sumpah pocong itu merupakan perbuatan yang di larang oleh Allah SWT. Maka mari kita sama-sama mengetahui apa yang menjadi larangan tersebut bagi kita semua dari Allah SWT.

Pertama, Islam tidak mengenal adanya sumpah pocong, hal ini menunjukkan bahwa sumpah pocong bukan berasal dari Islam dan bukan perintah wajib dari Allah SWT, atau juga bukan perintah sunnah dari Rasullullah..

Kedua, didapatinya sebagian orang beragama yang melakukannya ini bukanlah dalil atau ukuran dalam menilai suatu kebenaran, barometer kebenaran itu hanyalah Al Kitab dan As Sunnah.

Ketiga, masalah sumpah pocong itu sendiri sebenarnya tidak ada dalam ajaran agama, dimana kita tidak boleh bersumpah kecuali atas nama Allah. Rosulullah bersabda, “Barangsiapa bersumpah dengan selain Allah maka ia telah kufur atau syirik.” (HR Tirmidzi dari Umar ibnu Khattab).

———–


Sumpah pocong merambah trend di masyarakat untuk pembuktian kebenaran dan kejujuran, benarkah? (ilustrasi : inilah.com)

Sumpah pocong merambah trend di masyarakat untuk pembuktian kebenaran dan kejujuran, benarkah? (ilustrasi : inilah.com)

Nah bagaimanakan kita bisa membuktikan kebenaran dan kejujuran dalam soal kebohongan, kemunafikan dan kemungkaran itu sendiri?.

Sebagai manusia yang memiliki akal dan pikiran yang cerdas, bahkan sebagai manusia yang mimiliki agama yang dianut, maka sudah barang tentu kebohongan, kemunafikan dan kemungkaran itu tidak perlu dilakukan dalam bentuk dan situasi apapun. Pasalnya, bahwa tidakan-tindakan tersebut sangatlah merugikan diri sendiri juga orang lain, termasuk merugikan tatanan kehidupan dalam bermasyarakat yang berke-Tuhanan Yang Maha Esa. Selain itu perbuatan kebohongan, kemunafikan dan kemungkaran bisa merusak sendi-sendi kehidupan bermasyarakat yang bersatu padu dalam menjunjung tinggi kebenaran dalam masyarakat yang beragama, arti kata dapat merusak sendi-sendik ahklak dan akidah kehidpan kita sehari-hari.

Jadi untuk bisa membuktikan kebenaran dan kejujuran dalam sebuah masalah, atau kasus-kasus hukum yang terjadi ditengah-tengah masyarakat, maka disini penegak hukum dituntut untuk lebih tegas bertindak, dan adil didalam pemberlakukan hukum kepada masyarakat luas, tidak pandang si miskin, si kaya, si pejabat atau si pengusaha. Semua memiliki hak yang sama dalam keadilam hukum. Juga kembali lagi kepada diri kita sendiri memiliki kesadaran penun untuk selalu menjujung kebenaran atas kejujuran diri, aritnya kita memiliki malu besar atas segala perbuatan yang dilarang Allah SWT.

Selain itu tugas selanjutnya adalah, para tokoh dan pemuka agama harus lebih menguatkan dalam pengajaran mental spiritual ummatnya. Tanamkan jiwa-jiwa agamis yang sesuai ajaran agama sebenarnya, jangan memberikan pelajaran yang menghasut juga memprovokasi ummat untuk berpecah belah maupun untuk mengadu domba dengan ummat agama lain, itu sara besar dalam kehidupan berbangsa dan bernegara Indonesia, serta kehidupan beragama.

Maka dengan demikina untuk membuktikan kebenaran dan kejujuran tidaklah diperlukan adanya sebuah pembuktian dengan sumpah pocong, yang jelas sangat syirik dalam ajaran agama. Dan dengan demikian pula kita benar-benar tidak memberlakukan sebuah budaya serta adat yang merusak akidah beragama.

Dalam sebuah hadist Rasullullah menjelaskah, bahwa :

“Sesungguhnya kebenaran itu membawa kepada kebaikan dan kebaikan itu membawa ke surga. Seseorang akan selalu bertindak jujur sehingga ia di tulis di sisi Allah sebagai orang yang jujur. Dan sesungguhnya dusta itu membawa kepada kejahatan dan kejahatan itu membawa ke neraka. Seseorang akan selalu berdusta sehingga ia ditulis di sisi Allah sebagai pendusta.” (HR. Bukhari dan Muslim).

Dalam adist Rasullullah di atas secara tegas menjadi jaminan bahwa orang jujur tentu saja akan menjadi manusia yang mulia baik di dunia maupun di akhirat. Dan orang yang selalu berlaku tidak jujur maka orang itu adalah penghuni neraka jahanam. Nauzubillahiminzalik…

Tidak ada komentar:

Posting Komentar