Sumpah Pocong Bukan
Untuk Kebenaran dan Kejujuran
Pocong disumpah layaknya pejabat...
tapi pejabat nggak mau disumpah layaknya pocong.. (ilustrasi : Ganjar
Darmayekti/gantibaju.com)
Pocong disumpah layaknya pejabat…
tapi pejabat nggak mau disumpah layaknya pocong.. (ilustrasi : Ganjar
Darmayekti/gantibaju.com)
Di zaman yang sudah serba terbalik dari
kebenaran saat ini sangat sulit mencari kejujuran. Sementaa itu
kejujuran sangatlah mahal harga, dan bahkan kejujuran itu sudah tidak
lagi terlihat nyata di dalam kehidupan anak manusia sehari-harinya.
Kebohongan, kemunafikan dan kemungkaran kini menjadi sesuatu yang
trend di tengah masyarakat modern saat ini. Hal itu terjadi karena
adanya kurang lepedulian manusia untuk mau berupanya menjunjung
tinggi hak dalam kebenaran yang sejati. Kebenaran juga bagian dari
sesuatu yang begitu sulit untuk di utarakan secara jujur yang
sesungguhnya, justru kesalahan-kesalahan yang sering terjadi
dijadikan modal utama untuk menutupi kebenaran dalam kejujuran.
Sulit rasanya untuk mendeteksi
kejujuran dalam mengungkap sebuah kebenaran yang terjadi di kehidupan
manusia saat ini. Hampir di setiap sudut kehidupan anak manusia, di
situlah selalu ada kebohongan, kemunafikan dan meungkaran yang
terjadi. Siang, malam bahkan hampir setiap detik waktu kebohongan,
kemunafikan dan kemungkaran itu terjadi. Kebenaran dan kejujuran
sudah menjadi barang langka.
Contoh saja kondisi saat ini,
kebohongan intelektual, politikus maupun kaum urban lainnya,
kejujuran sudah tidak menjadi keutamaan dalam langkah hidupnya,
apalagi soal menjunjung tinggi kebenaran. Semuanya yang ada hanya ada
pembohongan dari segala tipu-tipu muslihat. Koruptor juga bagian dari
kebohongan yang selalu bersembunyi diatas kebenaran.
Sementara itu para politikus juga
hobbynya bermain diatas kebohongan, kemunafikan dan kemungkaran. Para
politikus lebih menyukai permainan silat lidah bagaikan advokasi yang
berusaha keras beragumentasi didalam sebuah persidangan perkara.
Kebohongan, kemunafikan dan kemungkaran bisa menjadi pembenaran bagi
mereka, dan ujung-ujungnya pun pelaku penegak hukum ikut-ikutan
mengikuti langkah buruk mereka. Pada akhirnya kebenaran dan kejujuran
itu sirna diatas segala-galanya, lalu akhirnya pula rakyat tak
berdosa menjadi korbannya.
Sulit memang untuk bisa mengungkapkan
sebuah kebenaran dan kejujuran didalam kehidupan anak manusia saat
ini. Apakah kebenaran dan kejujuran itu harus dibuktikan dengan
pertumpahan darah?, atau kebenaran dan kejujuran itu harus dibuktikan
memakai sebuah alat deteksi yang canggih?, atau juga kebenaran dan
kejujuran itu harus dibuktikan dengan adanya sumpah Pocong?. Memang
mahal harganya kebenaran dan kejujuran itu saat ini..
Lebih manjur sumpah pocong, biar jera
para pelaku kebohongan di masyarakat (ilustrasi : Syaifud Adidharta)
Lebih manjur sumpah pocong, biar jera
para pelaku kebohongan di masyarakat (ilustrasi : Syaifud Adidharta)
Berbicara soal sumpah pocong yang
sering dilakukan orang untuk sebuah pembuktian dan janji atau sumpah
atas ketidak jujuran dari kebenaran, sumpah ini sepertinya sangat
keramat dan ampuh untuk membuat seseorang menjadi jera dalam
perbuatannya kepada kebenaran dan ketidak jujuran. Sumpah pocong ini
begitu di ruatkan menjadi sebuah sumpah yang sakral ditengah-tengah
masyarakat, apalagi didalam kondisi bangsa ini yang mulai semrawut
keadaannya. Semrawut dari kondisi ekonomi, keamanan, dan hukum.
Lalu benarkah sumpah pocong itu bisa
membuktikan sebuah kebohongan, kemunafikan dan kemungkaran dari
ketidak jujuran anak manusia?. Atau sumpah pocong itu benar bisa
mendatangkan fakta?.
Memang sumpah pocong yang sering kali
dilakukan banyak orang Indonesia adalah kebanyakan dari orang-orang
pulau Jawa. Padalah kebanyakan dari mereka adalah orang-orang yang
beragama, orang-orang yang mengerti ilmu agama yang benar. Sumpah
pocong tersebut bukan saja suka dilakukan oleh orang-orang yang
beragama Islam, akan tetapi sumpah pocong ini juga sering dilakukan
oleh orang-orang non Islam (Nasrani, Katolik, Budha, Hindu dan
Konghucu) sebagai media pembenaran dalam mengungkapkan sebuah
kejahatan.
Sedangkan di pulau Dewata, Bali juga
berlaku sumpah pocong dengan nama ‘Sumpah Cor’ kutukannya juga
berlaku tujuh turunan, apakah ini upaya terakhir mencari kebenaran?
bahkan cara-cara ini dibenarkan hukum adat disana.
Sementara itu di dalam Islam, tidak
dibenarkan tindakan sumpah pocong untuk mencari pembenaran atas
masalah yang dihadapi manusia. Apalagi sumpah pocong ini dilakukan
bukan atas nama Allah SWT, melainkan atas nama pocong yang tak lain
sama halnya kita mencari pembenaran ini lewat jin bukan lewat
petunjuk Allah SWT. Selain itu, tindakan sumpah pocong ini akan
menjadihal syirik dan bisa jadi penyalahgunaan agama sebagai
dasarnya.
Sumpah pocong itu adalah sumpah yang
dilakukan oleh seseorang dalam keadaan terbalut kain kafan seperti
layaknya orang yang telah meninggal (pocong). Sumpah ini tak jarang
dipraktekkan dengan tata cara yang berbeda, misalnya pelaku sumpah
tidak dipocongi tapi hanya dikerudungi kain kafan dengan posisi duduk
atau celentang.
Di dalam hukum Islam sebenarnya tidak
ada sumpah dengan mengenakan kain kafan seperti ini. Sumpah ini
merupakan tradisi adat yang masih kental menerapkan norma-norma
budaya daerah setempat. Sumpah ini dilakukan untuk membuktikan suatu
tuduhan atau kasus yang sedikit atau bahkan tidak memiliki bukti sama
sekali. Konsekuensinya apabila keterangan atau janjinya tidak benar,
yang bersumpah diyakini mendapat hukuman atau laknat dari Tuhan.
Namun dibalik semua itu tidak dibenarkan oleh ajaran agama Islam, dan
agama-agama lainnya yang ada di Indonesia.
Perlu kita pahami bawah sumpah pocong
itu merupakan perbuatan yang di larang oleh Allah SWT. Maka mari kita
sama-sama mengetahui apa yang menjadi larangan tersebut bagi kita
semua dari Allah SWT.
Pertama, Islam tidak mengenal adanya
sumpah pocong, hal ini menunjukkan bahwa sumpah pocong bukan berasal
dari Islam dan bukan perintah wajib dari Allah SWT, atau juga bukan
perintah sunnah dari Rasullullah..
Kedua, didapatinya sebagian orang
beragama yang melakukannya ini bukanlah dalil atau ukuran dalam
menilai suatu kebenaran, barometer kebenaran itu hanyalah Al Kitab
dan As Sunnah.
Ketiga, masalah sumpah pocong itu
sendiri sebenarnya tidak ada dalam ajaran agama, dimana kita tidak
boleh bersumpah kecuali atas nama Allah. Rosulullah bersabda,
“Barangsiapa bersumpah dengan selain Allah maka ia telah kufur atau
syirik.” (HR Tirmidzi dari Umar ibnu Khattab).
———–
Sumpah pocong merambah trend di
masyarakat untuk pembuktian kebenaran dan kejujuran, benarkah?
(ilustrasi : inilah.com)
Sumpah pocong merambah trend di
masyarakat untuk pembuktian kebenaran dan kejujuran, benarkah?
(ilustrasi : inilah.com)
Nah bagaimanakan kita bisa membuktikan
kebenaran dan kejujuran dalam soal kebohongan, kemunafikan dan
kemungkaran itu sendiri?.
Sebagai manusia yang memiliki akal dan
pikiran yang cerdas, bahkan sebagai manusia yang mimiliki agama yang
dianut, maka sudah barang tentu kebohongan, kemunafikan dan
kemungkaran itu tidak perlu dilakukan dalam bentuk dan situasi
apapun. Pasalnya, bahwa tidakan-tindakan tersebut sangatlah merugikan
diri sendiri juga orang lain, termasuk merugikan tatanan kehidupan
dalam bermasyarakat yang berke-Tuhanan Yang Maha Esa. Selain itu
perbuatan kebohongan, kemunafikan dan kemungkaran bisa merusak
sendi-sendi kehidupan bermasyarakat yang bersatu padu dalam
menjunjung tinggi kebenaran dalam masyarakat yang beragama, arti kata
dapat merusak sendi-sendik ahklak dan akidah kehidpan kita
sehari-hari.
Jadi untuk bisa membuktikan kebenaran
dan kejujuran dalam sebuah masalah, atau kasus-kasus hukum yang
terjadi ditengah-tengah masyarakat, maka disini penegak hukum
dituntut untuk lebih tegas bertindak, dan adil didalam pemberlakukan
hukum kepada masyarakat luas, tidak pandang si miskin, si kaya, si
pejabat atau si pengusaha. Semua memiliki hak yang sama dalam
keadilam hukum. Juga kembali lagi kepada diri kita sendiri memiliki
kesadaran penun untuk selalu menjujung kebenaran atas kejujuran diri,
aritnya kita memiliki malu besar atas segala perbuatan yang dilarang
Allah SWT.
Selain itu tugas selanjutnya adalah,
para tokoh dan pemuka agama harus lebih menguatkan dalam pengajaran
mental spiritual ummatnya. Tanamkan jiwa-jiwa agamis yang sesuai
ajaran agama sebenarnya, jangan memberikan pelajaran yang menghasut
juga memprovokasi ummat untuk berpecah belah maupun untuk mengadu
domba dengan ummat agama lain, itu sara besar dalam kehidupan
berbangsa dan bernegara Indonesia, serta kehidupan beragama.
Maka dengan demikina untuk membuktikan
kebenaran dan kejujuran tidaklah diperlukan adanya sebuah pembuktian
dengan sumpah pocong, yang jelas sangat syirik dalam ajaran agama.
Dan dengan demikian pula kita benar-benar tidak memberlakukan sebuah
budaya serta adat yang merusak akidah beragama.
Dalam sebuah hadist Rasullullah
menjelaskah, bahwa :
“Sesungguhnya kebenaran itu membawa
kepada kebaikan dan kebaikan itu membawa ke surga. Seseorang akan
selalu bertindak jujur sehingga ia di tulis di sisi Allah sebagai
orang yang jujur. Dan sesungguhnya dusta itu membawa kepada kejahatan
dan kejahatan itu membawa ke neraka. Seseorang akan selalu berdusta
sehingga ia ditulis di sisi Allah sebagai pendusta.” (HR. Bukhari
dan Muslim).
Dalam adist Rasullullah di atas
secara tegas menjadi jaminan bahwa orang jujur tentu saja akan
menjadi manusia yang mulia baik di dunia maupun di akhirat. Dan orang
yang selalu berlaku tidak jujur maka orang itu adalah penghuni neraka
jahanam. Nauzubillahiminzalik…
Tidak ada komentar:
Posting Komentar